Pada beberapa orang, alergi makanan bisa menyebabkan reaksi yang mengancam nyawa penderitanya. Reaksi mematikan ini dikenal sebagai anafilaksis.
Kelsey Hough, wanita berusia 26 tahun memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliah di University of Washington Tacoma, karena alergi kacang yang dideritanya. Ia akan mengalami anafilaksis, walau hanya melakukan kontak kecil dengan kacang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak universitas berusaha mengakomodasi kebutuhan Hough pada tahun pertama kuliah, dengan memasang tanda 'peanut/nut free classroom' pada pintu-pintu kelas. Namun, pihak sekolah menghapus tanda tersebut dengan alasan peraturan seperti ini tidak bisa dilaksanakan.
“Alerginya terlalu parah dan mengancam nyawanya. Kita tidak bisa menjaganya. Hal ini membuat saya sedih, karena Hough adalah seorang murid yang baik,” ujar Debra Friedman, rektor universitas.
Sebagai alternatif, pihak universitas mengusulkan Hough untuk membuat surat pada teman-teman sekelasnya yang memberitahu tentang kondisi alergi dan meminta kerja sama mereka. Hough juga diberikan ruangan terpisah, di luar kelas.
“Saya merasa seperti baru saja dikeluarkan dari sekolah. Pihak universitas tidak meminta saya untuk pergi, tapi mereka tidak membuat lingkungan yang memungkinkan untuk saya bertahan,” ujar Hough.
Lewat juru bicara Mike Wark, pihak universitas menyatakan keprihatinan tentang Hough dan keselamatannya. “Masalahnya, kami tidak bisa menjamin keselamatan dirinya di kampus ini. Pemasangan tanda nut-free di pintu kelas tidak efektif, karena kami tidak bisa melarang siswa lain untuk tidak membawa makanan tertentu,” ujar Wark.
Jika penderita alergi makanan semakin banyak, maka universitas di seluruh negeri ini harus mengakomodasi kebutuhan siswa seperti Hough.
Menurut National Center for Health Statistics, jumlah anak dengan alergi makanan di Amerika telah meningkat selama dekade terakhir. Dari 3,4 persen pada tahun 1997-1999 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009-2011.
(flo/odi)